Kembali kita
akan bahas Bahasa ya temen-temen. Seorang kawan sempat bertanya kepada saya
mengenai seberapa pentingkah peran senyum di dalam kebahasaan yang dilakukan
oleh manusia sehari-hari, dan bagaimana cara memandang lawan tutur yang tepat pada
saat sedang melakukan komunikasi?
Sebelum
membahas lebih jauh mengenai ihwal senyum dalam berbahasa, ada baiknya jika
kita membuka KBBI atau Kamus Besar Bahasa Indonesia, dimana di dalamnya
terdapat istilah yang dikenal dengan sebutan kineksika. Apa sih yang disebut dengan kineksika? Kineksika merupakan ilmu tentang pemakaian gerak tubuh (
tangan, muka, dan sebagainya ) sebagai bagian dari proses komunikasi *.
Dalam berbahasa,
untuk mencapai komunikasi yang optimal ada empat unsur yang harus diperhatikan,
digunakan secara baik, dan diterapkan secara sinergis dengan mempertimbangkan
konteks secara cermat. Keempat unsur tersebut adalah gerak tubuh, yang meliputi
ekspresi wajah; sikap tubuh; dan lain sebagainya. Kemudian ragam, yang meliputi
tinggi-rendah suara; keras lembut suara; dan sebagainya. Yang ketiga adalah
bahasa; yang mana bahasa ini menjadi piranti utama dari aktivitas berbahasa. Dan
yang terakhir adalah lingkungan sosial-budaya yang ditentukan oleh distansi /
jarak bertutur.
Ekspresi
wajah ini tergolong dalam gerak kinesik yang muncul secara universal dalam
komunikasi dan juga berlaku idiosinkretik dalam wahana kebahasaan tertentu.
Maka, setiap kelompok sosial dapat membentuk ekspresi senyuman secara
sendiri-sendiri dalam praktik kebahasaan yang memberi arti secara khusus dengan
konvensi bersama masyarakat penggunanya.
Dalam kultur
masyarakat Jawa misalnya, untuk menimbulkan rasa sopan digunakan senyuman
dengan tidak memperlihatkan gigi penutur. Kemudian lebar-sempitnya senyuman juga
menimbulkan banyak arti tersendiri di dalam frame komunikasi. Ada senyuman
dengan arti mengejek, sinis, keakraban, dan sebagainya. Bagaimana masyarakat
Jawa dalam berkomunikasi, tentu tidak setiap wilayah sama dengan suku Jawa
dalam praktik berkomunikasi.
Kita ambil
contoh dari kehidupan sehari-hari. Ketika seorang Ibu dengan mata berkaca-kaca
dan dengan senyuman tertentu berkomunikasi dengan anaknya yang baru pulang dari
perantauan, maka ini memiliki banyak tafsiran makna. Terharukah perasaan ibu,
atau bangga, dan bisa juga bahagia. Namun, seorang anak tidak akan berani
tersenyum ketika orang tua nya sedang marah, sebab akan dianggap suatu tindakan
ejekan terhadap orang tua tersebut.
Dalam
konteks komunikasi, kebudayaan memberikan dampak dan pengaruh besar pada
praktik kebahasaan. Hal ini dapat dilihat dari perbedaan antar kebudayaan dalam
memandang lawan tutur.
Bagi orang
asing, tatapan tajam terhadap mitra tutur bermakna bahwa ia serius terhadap hal
yang sedang dibicarakan. Namun oleh masyarakat Bahasa Indonesia, pandangan mata
harus sangat diperhatikan dan harus dilakukan secara hati-hati sebab agar tidak
dipandang bahwa hal tersebut tidak lah sopan. Orang Jawa pada saat
berkomunikasi mayoritas menunjukkan kesopanannya dengan cara memandang lawan
tutur tersebut hendaknya tidak dipandang pada kedua bola matanya. Tetapi
dimulai dari memandang ujung hidungnya. Dengan cara ini diharapkan akan mengurangi
ketajaman komunikasi dan menimbulkan suatu komunikasi yang baik dan optimal.
( * KBBI
Offline1.4 )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar