Blogger Widgets

Senin, 09 Desember 2013

Maksim Kualitas (The Maxim of Quality)

     Dengan maksim kualitas, seorang peserta tutur diharapkan dapat menyampaikan sesuatu yang nyata dan sesuai fakta sebenarnya di dalam bertutur. Sedangkan fakta tersebut harus didukung dan didasarkan pada bukti-bukti yang jelas.

(A). “Silahkan menyontek saja biar nanti saya mudah menilainya!”
(B). “Jangan menyontek, nilainya bisa E nanti!”

Tuturan indeksal :
Tutuan A dan B dituturkan oleh dosen kepada seorang mahasiswa di dalam ruang ujian pada saat ia melihat ada seorang mahasiswa yang sedang berusaha melakukan penyontekan.


     Tuturan B jelas lebih memungkinkan terjadinya kerjasama penutur dengan mitra tutur. Tuturan A dikatakan melanggar maksim kualitas karena penutur mengatakan sesuatu yang sebenarnya tidak sesuai dengan yang seharusnya dilakukan seseorang. Akan merupakan sesuatu kejanggalan apabila di dalam dunia pendidikan terdapat seorang dosen yang mempersilahkan para mahasiswanya melakukan penyontekan pada saat ujian berlangsung.
     Dalam komunikasi sebenarnya, penutur dan mitra tutur sangat lazim menggunakan tuturan dengan maksud yang tidak senyatanya dan tidak disertai dengan bukti-bukti yang jelas. Bertutur yang terlalu langsung dan tanpa basa-basi dengan disertai bukti-bukti yang jelas dan apa adanya justru akan membuat tuturan menjadi kasar dan tidak sopan. Dengan kata lain, untuk bertutur yang santun maksim kualitas ini seringkali tidak dipatuhi dan tidak dipenuhi.
Berikut tuturan secara berurutan memiliki perbedaan dalam tingkat kesantunanya.

(A). “Pak, minta uangnya untuk besok!”
(B). “Bapak, besok beli bukunya bagaimana?”
(C). “Bapak, besok aku jadi ke Gramedia, bukan?”

Informasi Indeksal:
Tuturan diatas dituturkan oleh seorang anak yang sedang minta uang kepada Bapaknya. Tuturan-tuturan tersebut dituturkan dalam konteks situasi tutur yang berbeda-beda.


Tidak ada komentar: