Blogger Widgets

Senin, 16 Desember 2013

Bahasa Samar dan Bahasa Taksa



Sebagai alat komunikasi, bahasa memiliki banyak keterbatasan dan ketidaksempurnaan yang melekat erat pada bahasa itu sendiri yang akhirnya menimbulkan banyak kesalahpahaman. Hal ini disebabkan adanya penandaan ataupun penyimbolan unsur kebahasaan yang lazimnya dilakukan secara konvensional dan inkonvensional.
Yang dimaksud penyimbolan secara konvensional yakni dilaksanakan berdasarkan kesepahaman dan kesepakatan bersama diantara masyarakat pemakai bahasa. Hal ini bisa saja menimbulkan persoalan. Misalnya jika dalam bahasa Jawa “segawon” itu dalam bahasa Indonesia bermakna “anjing” dan dalam bahasa Inggris berarti “dog”. Penamaan ini dilakukan secara konvensional.
Kemudian penyimbolan inkonvensional dilakukan secara arbitrer atau semena-mena. Dalam arti satuan lingual tertentu dipakai untuk menyimbolkan sesuatu entitas di alam raya ini secara semena-mena dan tidak terlalu jelas alasan serta justifikasinya. Inilah sebenarnya yang lebih rentan terhadap kesamaran dan ketaksaan bahasa. R. M. Kempson (1977) membedakan kesamaran dalam praktik berbahasa ke dalam empat hal. Yakni kesamaran, referensial, kesamaran ketidak pastian, kesamaran kekurangkhususan, dan kesamaran sambungan. Contoh, kata “desa” dan “kampung”. Hal ini menimbulkan kesamaran referensial sebab muncul dari ketidakjelasan referen ketika hadir dalam lingkungan kebahasaan tertentu.
Kemudian kata “ cukup” dan “lumayan”, akan menimbulkan ketidakjelasan jika dipakai dalam situasi tertentu. Kesamaran dalam berbahasa tentu dapat mengakibatkan terjadinya ketaksaan atau kemaknagandaan. Misalnya saja pada kata “ bisa” yang dapat berarti “racun” dan dapat juga berarti “dapat/mampu”.
Kemaknagandaan dalam linguistik disebut dengan ketaksaan leksikal. Sebab hadirnya dalam tataran leksikon. Namun ketaksaan akan pudar jika pemakaiannya dalam konteks yang sesuai. Peniadaan terhadap konteks tuturan baik yang struktural maupun yang sosio-kultural dalam pemaknaan akan menyuburkan kesamaran dan ketaksaan praktik berbahasa.

Tidak ada komentar: